Ade Sudaryat Agama Friday, 05 May 2023, 0628 WIB Dalam hal memenuhi kebutuhan hidup, kewajiban kita adalah menjemput jatah rezeki yang telah Allah sediakan bagi kita. Pada hakikatnya, aktivitas pekerjaan yang kita lakukan merupakan upaya kita untuk menjeput jatah rezeki yang telah Allah sediakan. Kita telah diberi ketentuan jatah rejeki sejak Ia meniupkan ruh kepada janin kita di perut ibu pada usia kandungan 120 hari. Pada usia tersebut, segala hal yang meyangkut kehidupan kita telah Allah tetapkan, termasuk beragam rezeki yang akan kita terima selama menjalani kehidupan. Karenanya, dalam menjalani kehidupan ini, kita tak perlu berebut mengambil hak orang lain, bahkan kita pun tak boleh iri dengan rezeki yang diterima orang lain. Masing-masing dari kita telah memiliki rezekinya masing-masing yang mustahil akan tertukar dengan jatah rezeki orang lain. Ketika seseorang mengambil jatah rezeki orang lain dengan cara melanggar hukum, mencuri, korupsi, atau cara jahat lainnya, secara lahiriyah ia nampak senang bergelimang harta, namun secara psikologis ia menderita. Lambat laun penderitaannya itu akan menjadi-jadi, dan menyebabkan harta bahkan jiwanya hilang. Contoh yang paling sering kita saksikan adalah para koruptor. Meskipun mereka tersenyun ketika diekspose di hadapan khalayak, sebenarnya hatinya menderita, tersiksa. Dengan kata lain, ketika kita mengambil rezeki hak orang lain, lalu memakannya, pada hakikatnya kita tengah memasukkan penderitaan dan kesengsaraan terhadap jiwa kita. Kesengsaraan jiwa akan melahirkan kehidupan yang tidak tenteram. Harta berlimpah, namun sarat kegelisahan. Kegelisahan hidup di tengah-tengah kemudahan mencari rezeki atau harta merupakan pertanda hilangnya berkah dari rezeki yang kita raih. Hilangnya berkah rezeki yang kita raih berarti hilangnya ketenangan dan kebahagiaan hidup. Jika rezeki atau harta yang kita peroleh berasal dari perbuatan haram, bisa jadi kegelisahan ini akan mengantarkan diri kita masuk ke dalam kubangan siksa neraka. Dalam salah satu wasiat kepada salah seorang santrinya, Syaqiq al Balkhi, ketika Sang Santri bertanya resep ketenangan hidup yang dilakoni gurunya, Hatim bin Al asham. Sang guru bijak ini memberikan nasihat empat langkah menuju kehidupan yang tenang dan bahagia. Pertama, aku tahu bahwa rezekiku tak akan dimakan orang lain, tidak akan tertukar dengan rezeki orang lain maka tenanglah diriku. Wasiat pertama ini mengajarkan kepada kita untuk tidak iri terhadap rezeki yang dimiliki orang lain apalagi sampai menjegal atau mengambilnya dengan melanggar hukum. Setiap orang sudah memiliki bagian rezekinya masing-masing, bahkan setiap orang tidak akan meninggal dunia sebelum jatah rezekinya ia terima. “Wahai umat manusia, bertakwalah kalian kepada Allah, dan tempuhlah jalan yang baik dalam mencari rezeki, karena sesungguhnya tidaklah seorang hamba akan mati, sehingga ia benar-benar telah mengenyam seluruh rezekinya, walaupun terlambat datangnya. Maka bertakwalah kepada Allah, dan tempuhlah jalan yang baik dalam mencari rezeki. Tempuhlah jalan-jalan mencari rezeki yang halal dan tinggalkan yang haram.” H. R. Ibnu Majah, Sunan Ibnu Majah, hadits nomor Usai melaksanakan ibadah shalat wajib, dalam dzikir-dzikir usai shalat kita pun selalu berikrar bahwa yang memberi, membagi, dan menahan rezeki kita hanyalal Allah, dan rezeki kita tak akan tertukar dengan milik dan hak orang lain. “Ya Allah Ya Tuhan Kami, tidak ada satupun yang dapat melarang jika Engkau menghendaki dan tidak ada satupun yang dapat memberi jika Engkau tidak menghendaki dan tidak ada yang dapat menolak apa yang telah Engkau tentukan serta tidak ada kekuatan yang dapat memberi manfaat kecuali atas kehendakmu H. R. Bukhari, Shahih Bukhari, hadits nomor 844 dan Muslim, Shahih Muslim, hadits nomer 593. Kedua, aku tahu bahwa orang lain tidak akan menggantikan aku dalam mengerjakan amal baikku, maka aku menyibukkan diri untuk mengerjakannya. Tugas utama kita dalam menjalani kehidupan ini adalah beribadah. Aktivitas apapun yang kita lakukan harus memiliki nilai ibadah. Selain itu, aktivitas ini bersifat pribadi tidak bisa diwakilkan kepada siapapun agar kelak kita dapat mempertanggungjawabkan amanah kehidupan ini di hadapan-Nya. Ketiga, aku tahu bahwa maut akan datang tiba-tiba maka aku mempersiapkan diri menyambutnya. Wasiat ketiga ini mengajarkan kepada kita untuk mempersiapkan amal kebaikan sebagai bekal kehidupan sesudah kita meninggal. Sebagaimana disabdakan Rasulullah saw, orang yang cerdas adalah mereka yang menjadikan aktivitas kehidupan ini dijalani sebaik mungkin agar menjadi bekal di alam keabadian. Keempat, aku yakin bahwa Allah selalu mengawasiku maka aku menghindarkan diri dari mendurhakai-Nya. Wasiat keempat ini mengajarkan kepada kita untuk senantiasa meyakini bahwa Allah Maha Melihat dan Maha Mengetahui atas segala hal yang kita perbuat. Satu hal yang harus kita waspadai, apapun yang kita lakukan tak akan tersembunyi di hadapan Allah. Oleh karena itu, kita harus berhati-hati dalam melakukan segala aktivitas, baik maupun jelek, segala aktivitas kita akan senantiasa dalam pengawasan-Nya. Dalam keadaan bagaimanapun dan dimanapun kita berada, Ia mengetahui apa yang kita lakukan. Kehidupan kita yang sementara dan sangat singkat ini harus dimanfaatkan sebaik mungkin. Akhlak yang baik senantiasa harus menjadi aksesoris kehidupan. Sikap iri, musyrik, dendam, dan berbuat zalim kepada orang lain harus benar-benar dihindari. Kita harus berjuang keras agar memiliki harta dan hati yang bersih. Keimanan yang kuat harus tetap tertanam di hati sanubari. Kecintaan seraya mengharap rida-Nya harus benar-benar menjadi dasar dalam melakukan suatu aktivitas. Hanya dengan cara seperti ini, kita akan dapat meraih ketenagan dan kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. “ Dan janganlah Engkau hinakan aku pada hari mereka dibangkitkan yaitu di hari harta dan anak-anak laki-laki tidak berguna kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih.” Q. S. Asy Syu’ara 87 – 89. Ilustrasi rezeki sumber gambar rezeki berkah kegelisahan tenteram iri Disclaimer Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku UU Pers, UU ITE, dan KUHP. Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel. Berita Terkait Terpopuler di Agama
Dalam konsep Islam, menurut Syekh Sya’rawi, rezeki tak selalu identik dengan harta kekayaan. Rezeki Allah sangat luas. Prinsip ini kerap luput dari pemahaman umat. Mereka mengira Allah hanya memberi rezeki berupa uang, emas, perak, atau jenis kekayaan lainnya. Padahal, kata dia, hakikat rezeki itu amat luas. Segala sesuatu yang dimanfaatkan oleh manusia dinamakan rezeki. Ilmu, akhlak, rupa yang cantik dan tampan, atau pangkat, semuanya itu dikategorikan sebagai rezeki yang diberikan oleh Allah. Rezeki bisa dibagi ke dalam dua kutub besar rezeki halal dan haram. Perbedaan antara keduanya sangat jelas. Rezeki haram manfaatnya tidak bertahan lama, akan habis dalam waktu sekejap. Sedangkan, rezeki yang halal, sekalipun manfaatnya sedikit di mata sebagian orang, tetapi sejatinya harta itu terus bertambah keberkahannya. Umat Islam harus merenungkan makna ayat ke-71 dari surah an-Nahl Dan Allah melebihkan sebahagian kamu dari sebahagian yang lain dalam hal rezeki, tetapi orang-orang yang dilebihkan rezekinya itu tidak mau memberi rezeki mereka kepada budak-budak yang mereka miliki agar mereka sama merasakan rezeki itu. Maka, mengapa mereka mengingkari nikmat Allah? Lalu, mengapa rezeki yang diterima oleh individu berbeda satu dengan yang lain? karena Perbedaan tersebut dimaksudkan agar rezeki dapat mengalir ke individu dengan cara yang berbeda-beda. Jika terjadi perbedaan rezeki, Allah akan memberikan haknya dalam bentuk yang lain. Hal ini karena, sekali lagi, rezeki bukan hanya uang semata, tetapi rezeki adalah segala sesuatu yang dirasakan manfaatnya oleh manusia. Karena itu, bentuk rezeki yang diberikan Allah tidak terbatas. Dan Allah memberi rezeki kepada orang-orang yang dikehendaki-Nya tanpa batas. QS al-Baqarah [2] 212. Dalam ketentuan dan hitungan matematis, besaran output akan ditentukan oleh besaran input. Tetapi, itu tidak berlaku dalam konteks rezeki yang Allah berikan; Allah tidak memberikan batas. Bahkan, tak jarang Allah memberi rezeki di luar batas usaha yang telah ditempuh oleh seorang hamba—apa yang diperoleh bisa lebih banyak dari yang dikira dan telah diusahakan. Sebagian Muslim lalu bersikap sinis dan terheran dengan rezeki lebih yang diterima oleh orang kafir. Tetapi, mengapa kaum Muslim itu tidak mencoba menghitung betapa besarnya nilai kebajikan yang Allah berikan kepada mereka? Belum lagi rezeki berupa rasa nyaman yang dirasakan oleh hati. Terlebih jika mereka mengetahui bahwa hari pembalasan pasti akan tiba. Allah akan memberi balasan sesuai dengan keyakinan dan amal yang telah diperbuat selama di dunia QS an-Nahl [16] 96-97.[] SumberKhazanahRepublika
kuatlebih baik dan lebih di cintai Allah dari pada mukmin yang lemah dan dalam. segala sesuatu, ia di pandang lebih baik, Raihlah apa yangsub-bab Allah titipkan rezeki orang lain di setiap rezeki kita agar kita bersyukur dan berusaha’ “Allah memberi rezeki kepada hamba-Nya sesuai dengan kegiatan dan kemauan kerasnya dan ambisinya,” HR. Anthusi. Di setiap rezeki yang Allah berikan kepada kita ada sebagian rezeki orang yang di titipkan kepada kita, jadi banggalah ketika titipan itu di ambil oleh pemiliknya, brarti kita telah jadi distributor yg baik, lebih baik memberi sebelum di pinta. .dengan shadaqah. . Allah Tambah Nikmat Jika Bersyukur Sadar atau tidak, hidup manusia di alam fana ini tidak akan terlepas dari menerima nikmat dan rahmat Allah. Nikmat yang dikurniakan Allah kepada manusia adalah tidak terhitung banyaknya. Jumlahnya tidak dapat disukat dan ditimbang. Ini jelas dinyatakan Allah dalam firman-Nya bermaksud- “Dan sekiranya kamu menghitung nikmat Allah, niscaya tidak dapat menghitungnya. Sesungguhnya Tuhan itu Maha Pengampun dan Maha Penyayang.” – Surah an-Nahl, ayat 18 Meneliti kejadian dan karunia anggota badan utama pada tubuh manusia seperti kaki, tangan, perut, mulut, telinga, hidung dan mata, sudah cukup bagi kita membuat kesimpulan betapa berkuasa, agung dan murahnya Allah serta betapa lemah dan tidak berdayanya manusia yang menghuni alam fana ini. Anggota badan itu pula dijadikan Allah dengan rapi dan lengkap serta dapat bergerak dan berfungsi serentak pada waktu sama. Sambil melihat, kita dapat bercakap, mendengar, menghidu, berjalan dan sebagainya. Imam Al Ghazali mendefinasikan nikmat itu sebagai setiap kebaikan, kelazatan dan kebahagiaan serta setiap kebahagiaan hidup ukhrawi’ – hari akhirat yang kekal abadi.’ Secara umumnya, nikmat kurniaan Allah kepada setiap orang manusia dapat dibahagikan kepada dua yaitu 1 Nikmat bersifat fitri’ atau asasi iaitu nikmat yang dibawa oleh manusia ketika dilahirkan lagi. 2 Nikmat mendatang zaitu nikmat yang diterima dan dirasakan dari masa ke semasa. Nikmat bersifat fitri atau asasi itu digambarkan oleh Allah dalam firman-Nya bermaksud “Dan Tuhan melahirkan kamu dari perut ibumu tanpa mengetahui apa-apa pun. Dan kemudian diberinya kamu pendengaran, penglihatan dan hati supaya kamu bersyukur – berterima kasih.” – Surah an-Nahl, ayat 78 Sesungguhnya manusia ini dilahirkan ke dunia dalam keadaan bertelanjang bulat. Tetapi dilengkapi dengan alat yang diperlukan dalam perjuangan hidup ini. Dalam ayat di atas, yang dimaksudkan dengan kelengkapan itu ialah telinga, mata dan hati akal. Ada pun nikmat yang kedua iaitu nikmat yang dianggap mendatang itu ialah segala kenikmatan, kelazatan, kebahagiaan dan sebagainya yang diterima oleh manusia dalam perjalanan hidupnya. Segala sesuatu yang ada dalam alam ini, bermula daripada tanam tanaman sampailah kepada binatang ternakan dan barang logam, semuanya diperuntukkan supaya dapat dimanfaatkan oleh manusia. Keadaan dan kenyataan ini dijelaskan oleh Allah dengan firman-Nya yang bermaksud “Dan sebagai tanda untuk mereka ialah bumi yang mati kering, Kami hidupkan dan Kami keluarkan dari dalamnya buah tanam-tanaman sebahagiannya mereka makan. Dan Kami adakan padanya kebun kurma dan anggur. “Dan Kami pancarkan padanya beberapa mata air supaya mereka dapat makan buahnya. Semua itu bukanlah hanya usaha tangan mereka. Mengapa mereka tidak bersyukur.” – Surah Yasin, ayat 31 hingga 35 Lumrahnya, seseorang manusia itu hanya akan menyadari nikmat yang dikurniakan Allah kepadanya apabila nikmat itu hilang atau terlepas daripadanya dicabut oleh Tuhan kembali. Andai kata matanya tidak sempurna, kakinya patah, atau seumpama itu berlaku ke atas dirinya, maka ketika itu barulah berasa sungguh-sungguh bagaimana nikmatnya mempunyai dua bola mata, mempunyai kaki dan tangan tidak cacat. Sesungguhnya nikmat kesihatan betul-betul dirasai apabila kita sakit. Seorang yang berkuasa atau berpangkat akan berasa nikmat memegang kuasa dan pangkat selepas jatuh atau dipecat daripada kekuasaan serta jawatan yang disandangnya hilang. Seorang hartawan apabila jatuh miskin dan melarat, maka akan rasa bersalah olehnya bagaimana besarnya nikmat kekayaan yang pernah dikecapinya itu. Oleh itu peliharalah setiap nikmat diperolehi. Bersyukur dan berterima kasihlah kepada Allah Yang Maha Kuasa supaya nikmat itu akan terus dikekalkan-Nya. Syukur dapat diertikan sebagai Mengerti bahawa semua nikmat yang ada pada diri seseorang hamba, baik yang lahir mahu pun yang batin, semuanya daripada Allah sebagai pemberian daripada-Nya. Tanda seseorang itu bersyukur ialah apabila gembira wujudnya nikmat pada dirinya, yang melorongkan jalan untuk beramal ibadat dan mendekatkan diri kepada-Nya. Orang yang bersyukur kepada Allah akan memperbanyakkan ucapan syukur dan terima kasih kepada-Nya. Mereka akan mengerjakan ketaatan kepada Allah dan akan membesarkan nikmat sekalipun nikmat itu kecil saja. Sesungguhnya bersyukur kepada Allah adalah perbuatan wajib ke atas setiap manusia. Ini jelas daripada firman-Nya bermaksud- “Syukurlah terhadap nikmat Allah jika kamu sungguh-sungguh menyembah kepada Nya.” – Surah an-Nahl, ayat 144 Lawan syukur ialah kufur. Seseorang yang menggunakan nikmat ini pada tempat bertentangan dengan tujuan penciptaannya, maka sebenarnya mengkufuri nikmat Allah yang menganugerahkan nikmat itu kepadanya. Seseorang yang memukul orang lain dengan tangannya, maka orang itu dikira mengkufuri nikmat, sebab tangan yang dijadikan Allah untuk mempertahankan diri daripada perkara yang mengancamnya bukan mencedera atau membinasakan orang lain. Seseorang itu dianggap tidak menggunakan nikmat matanya kerana mengkufuri nikmat mata apabila menggunakannya untuk melihat wajah perempuan yang bukan muhrimnya. Mata dijadikan Allah untuk melihat perkara mendatangkan kebaikan bagi agama dan dunia. Sebab itu mata hendaklah dipelihara daripada melihat perkara yang mendatangkan bahaya dan mudarat. Sikap syukur pula untuk keuntungan manusia sendiri. Tuhan tidak mendapat apa-apa keuntungan dengan perbuatan syukur yang dilakukan oleh hamba-Nya. Sebaliknya, Tuhan juga tidak akan rugi dengan sikap kufur dan engkar yang ditunjukkan oleh manusia. Perkara ini dijelaskan oleh Allah melalui firman-Nya yang bermaksud “Barang siapa yang bersyukur maka hal itu untuk kebaikan dirinya sendiri. Dan barang siapa yang ingkar maka sesungguhnya Tuhan itu Maha Kaya dan Maha Mulia.” – Surah al-Naml, ayat 40 Orang yang bersyukur jiwanya akan menjadi semakin bersih. Dia akan bertambah dekat kepada Tuhan dan semakin sedar bahawa nikmat itu adalah kurniaan Illahi yang perlu dipergunakan untuk kebaikan sesama manusia. Seseorang yang memperolehi kekayaan, maka kekayaan itu hendaklah digunakan pula untuk keperluan kebaikan seperti membantu fakir miskin, menolong orang yang memerlukan dan sebagainya. Orang berpangkat dan berkuasa hendaklah melakukan kebaikan terhadap orang di bawah atau rakyat jelata. Sesungguhnya bagi orang bersyukur maka nikmat yang diperolehinya semakin bertambah. Ini jelas dinyatakan Allah dengan firman-Nya yang bermaksud “Jika kamu bersyukur maka Aku Tuhan akan menambah nikmat itu kepada kamu. Dan jika kamu engkar maka sesungguhnya seksa Aku amat pedih.” – Surah Ibrahim, ayat 7 Sadar akan pentingnya sikap ini, maka syukurilah nikmat kurniaan Allah kepada kita baik nikmat lahir atau batin. Mudah-mudahan dengan berbuat demikian, maka nikmat itu akan kekal berterusan bersama kita dan hidup kita pula akan mendapat keredaan Allah baik di dunia atau akhirat. Apaitu Uang Allah dalam Alquran surah Al Azhab ayat 56 memerintahkan kaum muslim untuk bersholawat Allah dalam Alquran surah Al Azhab ayat 56 memerintahkan kaum muslim untuk bersholawat. ilmu laduni nabi khidir 17 doa mengusir setan dari tubuh manusia Doa adalah bentuk kerendahan hati kita sebagai seseorang yang memerlukan bantuan Yang Apabila membaca tajuk berita yang telah dikeluarkan oleh Sinar Harian mengenai 820 juta penduduk dunia mengalami kebuluran, saya tertarik untuk berkongsi pengalaman kami ketika mengagihkan makanan kepada gelandangan di Chow Kit lewat tahun 2014 bersama dengan beberapa orang aktivis lain lagi. Mereka yang tinggal di jalanan ini digelar sebagai gelandangan, yang hanya mempunyai kotak dan beberapa alatan lain untuk dijadikan sebagai alas dan lapik tidur. Pada kali pertama saya menjejakkan kaki ke situ, hiba dan sayu, hanya itu perasaan yang mampu saya ungkapkan. Keadaan mereka yang kurang terurus dan tidur dalam keadaan yang dingin membuatkan saya kembali menyingkap keselesaan hidup yang saya ada jika dibandingkan dengan mereka yang tiada apa-apa. Mereka hanya mampu mengharapkan belas ihsan dan sedikit bantuan daripada insan yang serba-serbi cukup harta untuk dikongsi, baik dari segi tenaga, makanan mahupun benda. Apabila saya menghampiri seorang pak cik yang umurnya lewat 40-an, tidak henti-henti wajahnya mengukir senyum dan mengucapkan terima kasih. Tidak dapat saya gambarkan bagaimana perasaannya ketika itu, tapi saya tahu hatinya penuh dengan kesyukuran apabila munculnya rezeki yang tidak disangka. Beliau sempat bercerita kepada saya – “Malam tadi ada orang beri makanan pada pak cik, tapi pak cik dah beri pada orang lain sebab kesian tengok dia minta makanan. Hari ini, tuhan dah berikan pak cik makanan yang lagi sedap dan banyak. Terima kasih.” Dari situ saya sedar dan akui satu benda, iaitu apabila kita memberi, Allah juga akan memberi. Kadang-kadang, kita akan berkira dengan rezeki tuhan, rasa liat atau takut untuk memberi kerana bimbang jika wang pada hari tersebut tidak mencukupi. Namun, apabila mengingat semula kalam Allah atau hadis nabi berkenaan kelebihan berkongsi rezeki. Walau bagaimanapun, sebenarnya banyak kelebihan dan ganjaran pahala yang telah Allah gambarkan melalui kalamNya dan juga perbuatan yang telah nabi tinggalkan untuk diteladani oleh kita semua. Memberi Menjadikan Kita Tenang Dengan memberi, kita akan merasa lebih tenang, rezeki akan menjadi lebih lapang dan hati kita akan lebih gembira tatkala melihat orang yang menerima pemberian dari kita mengukir senyuman dan mengucapkan terima kasih. Rasulullah juga pernah berpesan, jangan takut untuk berkongsi, kerana dalam rezeki kita, ada rezeki orang lain. Saya kembali mengimbau kata-kata yang pernah diucapkan oleh seorang ustaz ketika di bangku sekolah, “Duit yang berada di dalam dompet kita, belum tentu milik kita sepenuhnya. Apabila dibelanjakan, ia akan habis dan tidak memberikan pulangan sama ada di dunia atau saham untuk akhirat. Namun, duit atau harta yang kita sedekahkan sudah pasti akan menjadi saham dan kepunyaan kita di akhirat.” Dalam dan sarat makna. قُلْ إِنَّ رَبِّي يَبْسُطُ الرِّزْقَ لِمَن يَشَاءُ مِنْ عِبَادِهِ وَيَقْدِرُ لَهُ ۚ وَمَا أَنفَقْتُم مِّن شَيْءٍ فَهُوَ يُخْلِفُهُ ۖ وَهُوَ خَيْرُ الرَّازِقِينَ “Katakanlah wahai Muhammad “Sesungguhnya Tuhanku memewahkan rezeki bagi sesiapa yang dikehendakiNya di antara hamba-hambaNya, dan Ia juga yang menyempitkan baginya; dan apa sahaja yang kamu dermakan, maka Allah akan menggantikannya; dan Dia lah jua sebaik-baik Pemberi Rezeki.”Surah Saba, 3439 Lalu, apabila dilihat berita-berita berkenaan kebuluran dan kesusahan yang dialami manusia di seluruh dunia, ia membuatkan nilai kemanusiaan dalam diri terusik. Lagi tersentuh apabila banyaknya bantuan dari sudut harta, benda dan makanan serta tenaga yang disalurkan bagi meringankan beban mereka. Walau ia tidak dapat membantu secara seratus-peratus, namun sekurangnya ia mampu meringankan sedikit beban yang digalas di bahu dan hati mereka. Mungkin kita tidak merasakan kesan daripada kesusahan mereka kerana kita sedang berada dalam zon yang selesa. Kita melihat banyak makanan yang dibuang berbanding yang tidak mencukupi. Di kedai-kedai makan, kita melihat banyak makanan yang tidak dihabiskan dan ditinggalkan begitu sahaja berbanding yang masuk ke dalam mulut. Malah, dalam berita yang ditulis itu juga menyebut bahawa lebih 830 juta orang di dunia yang mengalami obesiti malah, statistik itu dijangka meningkat melebihi mereka yang mengalami kebuluran. Di saat kita bermewah-mewah dengan makanan sehingga mengundang kepada pembaziran, saudara kita sebaliknya. Kita bukanlah membantu atau memberi atas dasar Islam tetapi atas nama kemanusiaan. Jika kita tidak mampu, maka bantulah sekadar yang termampu. Jika tidak punya wang, boleh disalurkan dari sudut tenaga. Jika tidak punya masa, boleh dikirimkan doa sebagai senjata. Setiap yang kita lakukan mampu memberi impak yang besar kepada semua orang dan dipandang besar oleh Allah. Disebabkan itu, jangan memperlekehkan usaha dan cara orang yang membantu. Ada yang misinya membantu golongan gelandangan, ada yang membantu golongan orang Asli, ada yang membantu mangsa perang dan sebagainya. Semoga dengan usaha itu, mampu menambahkan saham kita di akhirat kelak. Kesimpulan Dengan berkongsi, kita akan merasa lebih tenang dan mampu memberi ketenangan kepada orang lain, sekali gus ia akan menjadi saham yang banyak untuk kita di akhirat kelak. Jangan simpan perasaan bahawa rezeki kita tidak akan cukup, namun tetapkanlah di hati bahawa Allah akan ganjarkan dengan yang lebih baik. Wallahu a’lam. Kongsikan Artikel Ini Nabi Muhammad berpesan, “sampaikanlah dariku walau satu ayat” dan “setiap kebaikan adalah sedekah.” Apabila anda kongsikan artikel ini, ia juga adalah sebahagian dari dakwah dan sedekah. Insyallah lebih ramai yang akan mendapat manafaat. Fizah Lee Merupakan seorang graduan Universiti Islam Antarabangsa Malaysia dalam bidang Bahasa Melayu untuk Komunikasi Antarabangsa. Seorang yang suka membaca bahan bacaan dalam bidang sejarah dan motivasi 6oMeAj. 110 464 212 213 354 153 169 356 124